Di
Hongkong,Sumual hanya menyampaikan satu pinta kepada Waraouw. Agar dia bersedia
menemui Soekarno yang tengah merundingkan pampasan perang (dan) tentu sambil plesiran malam disana.
Para Kolonel di Sumatera dan Sulawesi sebenarnya tidak hendak memisahkan diri,
mereka hanya menuntut reformasi. Agar presiden memenuhi permintaan mereka
supaya Bung Hatta dan Sultan HB IX ditunjuk sebagai formatur kabinet yang lebih
mewakili aspirasi daerah. Tuntutan yang dimanipulasi oleh AH Nasution sebagai
separatisme kepada Soekarno. Waraow adalah salah seorang Kolonel kesayangan
Soekarno. Dua kali dia menyelamatkan Soekarno ; pertama menyelamatkan nyawa
Soekarno dari berondongan serdadu Sekutu pada saat pesawat yang ditumpangi Soekarno
mendarat di Surabaya. Dan kedua menyelamatkan kekuasaan Soekarno dari
rongrongan tentara dalam peristiwa 17 Oktober 1952 dengan mendepak Gatot
Soebroto dari TT VII. Warouw menyanggupi permintaan Sumual.
Bagi
Soekarno Jepang sudah seperti tempat peristirahatan di Puncak saja. Tidak
pernah dia menghabiskan waktu kurang dari dua minggu di tanah “saudara tua”
itu. Perundingan pampasan perang memang berlarut-larut tetapi tidak ada yang
lebih melarutkan Soekarno dan rombongan dibandingkan dunia malam Tokyo. Hotel
Imperial jadi pilihan penginapan rombongan yang senantiasa berjumlah besar.
Laporan-laporan dari Djuanda tentang kemelut di Sumatera dan Sulawesi tidak
mengurngkan niat Soekarno memperlama plesiran di Jepang. Bagi Soekarno, para
Kolonel yang gelisah itu tidak lebih dari anak-anaknya yang mencari-cari
perhatian sang “Bapak”. Tetapi begitu mendengar kabar tentang Sumual yang
memasuki Jepang menggunakan paspor Inggris dengan nama Herman Nicholas Sumual
berikut lima orang lainnya, Soekarno cemas. Bisikan mampir di telinganya,
Kolonel pembangkang itu tengah merencanakan plot pembunuhan terhadap Soekarno
di Jepang. Apalagi kemudian diketahui bahwa Sumual dan rombongannya menginap di
Hotel Nikatsu yang berada tidak jauh dari Hotel Imperial.