Rabu, 04 Januari 2012

Soekarno dan Para Kolonel



Jacob Frederick Waraow, dia biasa dipanggil Joop Warouw gundah. Di awal Pebruari tahun 1958, dia menerima kawat dari sejawat Minahasa nya Ventje Sumual. Pesannya singkat, Sumual meminta Waraouw untuk segera menemuinya di Hongkong. Pada saat itu Kolonel Joop Warouw ditugaskan sebagai Atase Militer pada Kedutaan Besar Indonesia untuk RRC di Beijing. Sedangkan Sumual adalah salah satu aktor utama dari para Kolonel pembangkang yang tengah menyusun kekuatan melawan Jakarta. Di tahun 1956, ketika kegelisahan di Sumatera dan Sulawesi mulai meluas, Jakarta buru-buru membuang Waraouw yang pada saat itu menjabat Panglima TT VII/Wirabuana untuk menjadi atase militer di Beijing. Keputusan yang salah, sebab begitu Warouw pergi dan Sumual mengklaim kursi panglima, hubungan Jakarta dan Sulawesi semakin memburuk.
            
Di Hongkong,Sumual hanya menyampaikan satu pinta kepada Waraouw. Agar dia bersedia menemui Soekarno yang tengah merundingkan pampasan perang  (dan) tentu sambil plesiran malam disana. Para Kolonel di Sumatera dan Sulawesi sebenarnya tidak hendak memisahkan diri, mereka hanya menuntut reformasi. Agar presiden memenuhi permintaan mereka supaya Bung Hatta dan Sultan HB IX ditunjuk sebagai formatur kabinet yang lebih mewakili aspirasi daerah. Tuntutan yang dimanipulasi oleh AH Nasution sebagai separatisme kepada Soekarno. Waraow adalah salah seorang Kolonel kesayangan Soekarno. Dua kali dia menyelamatkan Soekarno ; pertama menyelamatkan nyawa Soekarno dari berondongan serdadu Sekutu pada saat pesawat yang ditumpangi Soekarno mendarat di Surabaya. Dan kedua menyelamatkan kekuasaan Soekarno dari rongrongan tentara dalam peristiwa 17 Oktober 1952 dengan mendepak Gatot Soebroto dari TT VII. Warouw menyanggupi permintaan Sumual.

Bagi Soekarno Jepang sudah seperti tempat peristirahatan di Puncak saja. Tidak pernah dia menghabiskan waktu kurang dari dua minggu di tanah “saudara tua” itu. Perundingan pampasan perang memang berlarut-larut tetapi tidak ada yang lebih melarutkan Soekarno dan rombongan dibandingkan dunia malam Tokyo. Hotel Imperial jadi pilihan penginapan rombongan yang senantiasa berjumlah besar. Laporan-laporan dari Djuanda tentang kemelut di Sumatera dan Sulawesi tidak mengurngkan niat Soekarno memperlama plesiran di Jepang. Bagi Soekarno, para Kolonel yang gelisah itu tidak lebih dari anak-anaknya yang mencari-cari perhatian sang “Bapak”. Tetapi begitu mendengar kabar tentang Sumual yang memasuki Jepang menggunakan paspor Inggris dengan nama Herman Nicholas Sumual berikut lima orang lainnya, Soekarno cemas. Bisikan mampir di telinganya, Kolonel pembangkang itu tengah merencanakan plot pembunuhan terhadap Soekarno di Jepang. Apalagi kemudian diketahui bahwa Sumual dan rombongannya menginap di Hotel Nikatsu yang berada tidak jauh dari Hotel Imperial.